Seperti yang dikira bahwa memberi maaf itu
sangatlah sulit, entah apapun sepertinya jika memaafkan seseorang itu seperti
ia harus bersujud seakan “dia” layaknya tuhan. Mungkin rasa dendam, benci dan
amarah tak dapat di hindarkan ketika ia dengan penuh kesedihan meminta “maaf”
dari kita. Kita tahu seberapa jahatnya ia terhadap kita dan kita seakan tak
dapat melupakan kesalahan itu. Rasanya lain hari ingin sekali untuk membalasnya
agar semua kesedihan yang kita terima dapat terbalaskan. Tapi kini ia bersungguh-sungguh
untuk meminta maaf, dan kita seakan menjadi tertawa ketika semua itu datang.
Kita menjadi di atasa ketika ia harus mengorbankan segala daya yang ia punya
hanya untuk meminta maaf dari kita.
Rasanya sangat sulit bila mengatakan “iya” pada yang
berbuat salah, sekalipun ia telah mengakui kesalahannya. Entah karena tingginya
arogansi, gengsi ataupun dendam kita seakan tak mau memaafkan kecuali harus ada
pembalasannya. Apakah memberikan maaf itu seperti sebuah surga untuk ia dan
neraka untuk kita. Coba pikirkan betapa mulianya ia dengan segala upaya yang ia
punya, mau mengakui kesalahannya bahwa ia ingin sekali meminta maaf dari kita.
Tapi kita tak mau memaafkannya karena semua itu harus di balas juga. Ketika
berpikir seperti itu maka jadikanlah bumi pertiwi ini tempat para gladiator
yang hanya bertarung melawan kebodohan demi nyawa, bertarung untuk segala
dendam, bertarung untuk menjaga gengsi semata. Jika kita membalas dengan
dendam, dendam sampai kapanpun takkan ada habisnya.
Dendam di balas dengan dendam untuk meyakini diri
kita bahwa kita bukanlah pengecut yang tak bisa membalas. Seakan puas ketika
dendam telah terbalas tapi itu hanya akan menjadikan bodoh untuk kita. Dan bumi
pertiwi ini hanya menjadi tempat penderitaan yang tak kan pernah ada kedamaian
di sisinya. Kita bukanlah hewan yang tak mempunyai akal.
Kita adalah makhluk
yang mempunyai nurani dan akal. Jadi untuk apa ketika kita di berikan
segalanya, tapi kita menghilangkan nurani dan akal tersebut. Untuk apa hidup,
untuk apa memendam dendam, dan untuk apa membenci. Tak ada gunanya itu semua,
lebih baik tak perlu hidup. Jika kita masih tak bisa untuk memaafkan ia yang
hina itu. Sesulit apapun itu, seberat apapun itu tetaplah berpikir bahwa
memaafkan itu di senangi juga oleh siapapun walau hati terasa menjadi mati. Dengan
segala bentuk apapun terimalah permohonan maaf ia karena kita dilahirkan
sebagai manusia bukan sebagai robot atau hewan yang tak punya akal.
jadi maukah kau memaafkannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar