Senin, 01 April 2013

Maaf


 
Seperti yang dikira bahwa memberi maaf itu sangatlah sulit, entah apapun sepertinya jika memaafkan seseorang itu seperti ia harus bersujud seakan “dia” layaknya tuhan. Mungkin rasa dendam, benci dan amarah tak dapat di hindarkan ketika ia dengan penuh kesedihan meminta “maaf” dari kita. Kita tahu seberapa jahatnya ia terhadap kita dan kita seakan tak dapat melupakan kesalahan itu. Rasanya lain hari ingin sekali untuk membalasnya agar semua kesedihan yang kita terima dapat terbalaskan. Tapi kini ia bersungguh-sungguh untuk meminta maaf, dan kita seakan menjadi tertawa ketika semua itu datang. Kita menjadi di atasa ketika ia harus mengorbankan segala daya yang ia punya hanya untuk meminta maaf dari kita.
Rasanya sangat sulit bila mengatakan “iya” pada yang berbuat salah, sekalipun ia telah mengakui kesalahannya. Entah karena tingginya arogansi, gengsi ataupun dendam kita seakan tak mau memaafkan kecuali harus ada pembalasannya. Apakah memberikan maaf itu seperti sebuah surga untuk ia dan neraka untuk kita. Coba pikirkan betapa mulianya ia dengan segala upaya yang ia punya, mau mengakui kesalahannya bahwa ia ingin sekali meminta maaf dari kita. Tapi kita tak mau memaafkannya karena semua itu harus di balas juga. Ketika berpikir seperti itu maka jadikanlah bumi pertiwi ini tempat para gladiator yang hanya bertarung melawan kebodohan demi nyawa, bertarung untuk segala dendam, bertarung untuk menjaga gengsi semata. Jika kita membalas dengan dendam, dendam sampai kapanpun takkan ada habisnya.
Dendam di balas dengan dendam untuk meyakini diri kita bahwa kita bukanlah pengecut yang tak bisa membalas. Seakan puas ketika dendam telah terbalas tapi itu hanya akan menjadikan bodoh untuk kita. Dan bumi pertiwi ini hanya menjadi tempat penderitaan yang tak kan pernah ada kedamaian di sisinya. Kita bukanlah hewan yang tak mempunyai akal.
Kita adalah makhluk yang mempunyai nurani dan akal. Jadi untuk apa ketika kita di berikan segalanya, tapi kita menghilangkan nurani dan akal tersebut. Untuk apa hidup, untuk apa memendam dendam, dan untuk apa membenci. Tak ada gunanya itu semua, lebih baik tak perlu hidup. Jika kita masih tak bisa untuk memaafkan ia yang hina itu. Sesulit apapun itu, seberat apapun itu tetaplah berpikir bahwa memaafkan itu di senangi juga oleh siapapun walau hati terasa menjadi mati. Dengan segala bentuk apapun terimalah permohonan maaf ia karena kita dilahirkan sebagai manusia bukan sebagai robot atau hewan yang tak punya akal.
 jadi maukah kau memaafkannya?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar